CATATAN
Minggu, 24 Mei 2015
KOMPLEKSOMETRI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kompleks yang terbentuk dari suatu reaksi ion logam, yaitu kation dengan
suatu anion atau molekul netral. Ion logam didalam kompleks disebut atom pusat
dan kelompok yang terikat pada atom pusat disebut ligan. Jumlah ikatan
terbentuk oleh atom logam pusat disebut bilangan koordinasi dari logam. Dari
komlpeks diatas perak merupakan atom logam dengan hilangan koordinasi dua, dan
sianidanya merupakan ligannya.
Reaksi membentuk kompleks dapat dianggap sebagai asam-basa lewis dengan
ligan bekerja sebagai basa dengan memberikan sepasang electron. Kepada kation
yang merupakan suatu asam. Ikatan yang terbentuk antara atom logam pusat dan
ligan sering kovalen, tetapi dalam bebeapa keadaan interaksi dapat merupakan
gaya penarik coulomb.
Salah satu metode titrimetri adalah titrasi pembentukan kompleks yang juga
dikenal sebagai kompleksometri. Metode ini memungkinkan penentuan analisis
pengukuran untuk sejumlah kation bervalensi banyak dalam larutan air. Metode
ini berdasarkan penentuan khelat organik yang larut dalam air dan praktis tidak
terdisosiasi.
Dewasa ini pereaksi yang paling sering digunakan dalam titrasi
kompleksometri adalah ligan bergigi banyak yaitu asam etilen diamin tetra
asetat (EDTA). Krena senyawa ini sukar larut dalam air maka garam dinatriumnya
lebih mudah larut digunakan untuk membuat larutan pentiter.
Keuntungan dari metode kompleksometri adalah waktu pengerjaannya lebih
sederhana dibandingkan gravimetri dan spektrometer. Sedangkan kerugiannya
adalah penentuan titik akhir susah ditentukan, karena sangat dipengaruhi oleh
pH dan bahan yang digunakan cukup banyak dibandingkan dengan metode lain yaitu
larutan bak, indikator, larutan dapar, dan larutan asam atau basa.
Titrasi kompleksometri ini digunakan untuk penetapan kation bervalensi
banyak dalam air. Di dalam dunia farmasi, metode ini banyak digunakan dalam
penetapan kadar suatu senyawa obat yang mengandung ion logam Misalnya penentuan
kadar MgSO4 yang digunakan sebagai laksativum atau ZnO yang digunakan sebagai
antiseptik.
1.2 Maksud Praktikum
Mengetahui cara penentuan kadar suatu zat dengan menggunakan metode
analisis volumetri.
1.3 Tujuan Praktikum
Menetukan kadar ZnSO4 dengan menggunakan metode titrasi
Kompleksometri.
BAB 2 TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Teori Umum
Analisa kimia farmasi kuantitatif untuk zat-zat anorganik yang mengandung
ion-ion logam seperti aluminium, bismuth, kalsium, magnesium dan zink dengan
cara gravimetri memakan waktu yang lama, karena prosedurnya meliputi
pengendapan, penyaringan, pencucian dan pengeringan atau pemijaran sampai bobot
tetap (Susanti, 1979).
Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling
mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi–reaksi pembentukan
kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga
banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas
tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi.
Contoh reaksi titrasi kompleksometri (Khopkar, 2002) :
Ag+ + 2 CN-
Ag(CN)2
Hg2+ + 2Cl-
HgCl2
(Khopkar,
2002).
Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan
titrimetrik melibatkan pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang
larut namun sedikit terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud di sini adalah
kompleks yang dibentuk melalui reaksi ion logam, sebuah kation, dengan sebuah
anion atau molekul netral(Basset, 1994).
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA,
merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah
ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua
nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang
mengandung lebih dari dua atom koordinasi per molekul, misalnya asam
1,2-diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina tetraasetat, EDTA) yang
mempunyai dua atom nitrogen – penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam
molekul (Rival, 1995).
Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah
besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam
larutan yang agak asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan
sempurna kompleks logam, yang menghasilkan spesies seperti CuHY-. Ternyata bila
beberapa ion logam yang ada dalam larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA
akan menunjukkan jumlah semua ion logam yang ada dalam larutan tersebut
(Harjadi, 1993).
Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, misal Mg, Ca,
Cr, dan Ba dapat dititrasi pada pH = 11 EDTA. Sebagian besar titrasi
kompleksometri mempergunakan indikator yang juga bertindak sebagai pengompleks
dan tentu saja kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan
pengompleksnya sendiri. Indikator demikian disebut indikator metalokromat.
Indikator jenis ini contohnya adalah Eriochrome black T; pyrocatechol violet;
xylenol orange; calmagit; 1-(2-piridil-azonaftol), PAN, zincon, asam salisilat,
metafalein dan calcein blue (Khopkar, 2002).
Satu-satunya ligan yang lazim dipakai pada masa lalu dalam pemeriksaan
kimia adala ion sianida, CN-, karena sifatnya yang dapat membentuk kompleks
yang mantap dengan ion perak dan ion nikel. Dengan ion perak, ion sianida membentuk
senyawa kompleks perak-sianida, sedagkan dengan ion nilkel membentuk
nikel-sianida. Kendala yang membatasi pemakaian-pemakaian ion sianoida dalam
titrimetri adalah bahwa ion ini membentuk kompleks secara bertahap dengan ion
logam lantaran ion ini merupakan ligan bergigi satu (Rival, 1995).
Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna
sebagai tanda tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion
logam dapat digunakan pada pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu
reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum titik akhir, bila hampir semua
ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna kuat. Kedua,
reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif. Ketiga,
kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak,
karena disosiasi, tak akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun,
kompleks-indikator logam itu harus kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA
untuk menjamin agar pada titik akhir, EDTA memindahkan ion-ion logam dari
kompleks-indikator logam ke kompleks logam-EDTA harus tajam dan cepat. Kelima,
kontras warna antara indikator bebas dan kompleks-indikator logam harus
sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator harus sangat peka terhadap ion
logam (yaitu, terhadap pM) sehingga perubahan warna terjadi sedikit mungkin
dengan titik ekuivalen. Terakhir, penentuan Ca dan Mg dapat dilakukan dengan
titrasi EDTA, pH untuk titrasi adalah 10 dengan indikator eriochrome black T.
Pada pH tinggi, 12, Mg(OH)2 akan mengendap, sehingga EDTA dapat dikonsumsi
hanya oleh Ca2+ dengan indikator murexide (Basset, 1994).
Persyaratan mendasar
terbentuknya kompleks adalah tingkat kelarutan tinggi. Dikenal pula
komleksometri yang dikenal sebagai kelatometri seperti yang menyangkut
penggunaan EDTA. Gugus yang terikat pada ion pusat, disebut ligan (polidentat).
Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, missal Mg, Ca, Cr
dan Ba dapat dilihat pada pH = 10 EDTA. Sebagian besar titrasi kompleksometri
mempergunakan indicator mempergunakan indicator yang juga bertindak sebagai
pengompleks dan tentu saja kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda
dengan pengompleksnya sendiri. Indicator demikian disebut indicator
metalokromat. Indicator jenis ini contohnya Eriochome black T (Khopkar, 2002).
Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari
dengan penggunaan bahan pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang
mengandung baik oksigen maupun nitrogen secara umum efektif dalam membentuk
kompleks-kompleks yang stabil dengan berbagai macam logam. Keunggulan EDTA
adalah mudah larut dalam air, dapat diperoleh dalam keadaan murni, sehingga
EDTA banyak dipakai dalam melakukan percobaan kompleksometri. Namun, karena
adanya sejumlah tidak tertentu air, sebaiknya EDTA distandarisasikan dahulu
misalnya dengan menggunakan larutan kadmium (Harjadi, 1993).
Cara-cara
Titrasi EDTA
Titrasi secara khelatometri telah dilakukan dengan baik terhadap semua
kation biasa. Jenis-jenis titrasinya adalah (Underwood,
2004) :
a)
Titrasi langsung, dapat dilakukan terhadap sedikitnya 25
kation dengan menggunakan indicator logam. Pereaksi pembentukan kompleks,
seperti sitrat dan tartrat, sering ditambahkan untuk pencegahan endapan
hidroksida logam. Buffer NH3-NH4Cl dengan pH 9 sampai 10 sering digunakan untuk
logam yang membentuk kompleks dengan amoniak.
b) Titrasi
kembali, digunakan apabila reaksi antara kation dengan EDTA lambat atau apabila
indicator yang sesuai tidak ada. EDTA berlebih ditambahkan berlebih dan yang
bersisa dititrasi dengan larutan standar Mg dengan menggunakan calmagnite
sebagai indicator. Kompleks Mg-EDTA mempunyai stabilitas relative rendah dan
kation yang ditentukan tidak digantikan dengan magnesium. Cara ini dapat juga
untuk menentukan logam dalam endapan, seperti Pb di dalam PbSO4 dan Ca dalam
CaSOa.
c) Titrasi
substitusi, berguna bila tidak ada indicator yang sesuai untuk ion logam yang
ditentukan. Sebuah larutan berlebih yang mengandung kompleks Mg-EDTA
ditambahkan dan ion logam, misalnya M2+, menggantikan magnesium dari kompleks
EDTA yang relative lemah itu.
d) Titrasi secara
tidak langsung, beberapa jenis telah dilaporkan, antara lain penentuan sulfat
dengan menambahkan larutan baku barium berlebihan dan menitrasi kelebihan
tersebut dengan EDTA. Juga pospat sudah ditentukan setelah pengendapan sebagai
MgNH4PO4 yang tidak terlalu sukar lanrt lalu menitrasi kelebihan Mg.
e)
Cara titrasi alkalimetri, dengan menambahkan larutan
Na2H2Y berlebihan kepada larutan analat yang bereaksi netral. Ion hydrogen yang
dibebaskan dititrasi dengan larutan baku basa.
2.2 Prosedur kerja (Anonim, 2015)
Ditimbang seksama 100 mg zat uji, kemudian dilarutkan dalam erlenmeyer
dengan 100 ml air suling, tambahkan NaOH encer demi tetes secukupya hingga
terbentuk endapan yang mantap. Tambahkan 5 ml dapar ammonia pH 10, titrasi
dengan EDTA 0,05 M menggunakan indikator EBT-NaCl 20 mg hinga terjadi warna
biru.
Tiap ml EDTA
0,05 M setara dengan 14,38 ZnSO4.7H2o
BAB 3 METODE
KERJA
3.1 Alat yang Dipakai
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah batang pengaduk, botol
semprot,buret, corong, erlenmeyer, gelas ukur, klem, pipet, sendok tanduk,
statif dan timbangan analtik.
3.2 Bahan yang Digunakan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah aquadest, dapar
amonia pH 10, EDTA, indikator EBT,
kertas pH, kertas
timbang, NaOH, tissu dan ZnSO4.
3.3 Cara Kerja
Ditimbang seksama 100 mg ZnSO4, kemudian dilarutkan dalam
erlenmeyer dengan 100 ml air suling, ditambahkan NaOH
encer demi tetes secukupya hingga terbentuk endapan yang mantap. Ditambahkan 5
ml dapar ammonia pH 10, dititrasi dengan EDTA
0,05 M menggunakan indikator EBT-NaCl 20 mg hinga terjadi warna biru.
Tiap ml EDTA
0,05 M setara dengan 14,38 ZnSO4.7H2o
BAB 4 HASIL PENGAMATAN
4.1
Hasil
Tabel pengamatan
No
|
Kelompok
|
Berat ZnSO4
|
Volume titran
|
% kadar
|
1.
|
Kelompok 1
|
100,6 mg
|
7,5 ml
|
185,88 %
|
2
|
Kelompok 2
|
100,5 mg
|
4,8 ml
|
119,08 %
|
3
|
Kelompok 3
|
100,8 mg
|
8,5 ml
|
210,11 %
|
4.
|
Kelompok 4
|
100,4 mg
|
4,4 ml
|
109,26 %
|
Rata-rata % kadar
|
156,08 %
|
Perhitungan
% kadar
1. Kelompok 1
=
185, 88 %
2. Kelompok 2
= 119, 08 %
3. Kelompok 3
=
210.11 %
4. Kelompok 4
= 109,26 %
Rata
– rata persen kadar :
= 156,08 %
4.2 Pembahasan
Titrasi kompleksometri adalah titrasi yang berdasarkan atas pembentukan
kompleks yang larut dari reaksi komponen zat uji (logam) dengan titran
(komplekson). Untuk penentuan ion-ion logam ini dengan pereaksi etilen diamin
tetraasetat dinatrium, yang umumnya disebut EDTA dengan menggunakan indikator
terhadap ion logam yang mempunyai sifat seperti halnya indikator pH pada
titrasi asam basa/ dengan dasar pembentukan kompleks khelat yang digolongkan
dalam golongan komplekson. Faktor-faktor seperti suhu, pelarut, ion lawannya
atau zat-zat/ ion-ion pembentuk kompleks lainnya dapat mempengaruhi pembentukan
kompleks khelat.
Prinsip dan dasar reaksi dalam penentuan ion-ion logam secara titrasi
kompleksometri umumnya digunakan komplekson III (EDTA) sebagai zat pembentuk
kompleks khelat, dimana EDTA bereaksi dengan ion-ion logam yang polivalent
seperti Al , Bi , Ca dan
Cu membentuk senyawa atau kompleks khelat yang stabil
dan larut dalam air.
Dalam percobaan ini sampel yang digunakan adalah ZnSO4
yaitu zink sulfat merupakan salah satu ion logam yang polivalen dan dapat
bereaksi dengan EDTA membentuk senyawa atau kompleks khelat yang stabil dan larut
dalam airsebanyak 100 mg
dimana senyawa
ini dilarutkan ke dalam aquadest
sebanyak 100 ml kemudian dtambahan NaOH encer tetes demi tetes sampai
terbentuk endapan. NaOH yang berfungsi untuk memberikan suasana basa pada
larutan tersebut kemudian ditambahkan larutan dapar amonia pH 10 yang berfungsi
untuk mempertahankan suasana basanya. Setelah ditambahkan indikator EBT hingga
larutan berubah warna menjadi ungu kemudian dititrasi dengan EDTA hingga warna
larutan berubah menjadi biru.
Penggunaan EDTA berfungsi untuk mempermudah dalam mencapai akhir titik titrasi.
Setelah dititrasi dihitung volume titrasinya, dan didapatkan volume tirasi
untuk kelompok 1 ZnSO4 100,6 mg adalah 7,5 ml dengan persen kadar yaitu 185,88 % dan untuk kelompok 2 ZnSO4 100,5 mg adalah 4,8
ml dengan persen kadar yaitu 119,08 %. Untuk kelompok 3 ZnSO4 100,8 mg adalah 8,5 ml dengan persen kadar yaitu 210,11 % dan untuk kelompok 4 ZnSO4 100,4 mg adalah 4,4
ml dengan persen kadar yaitu 109,26 %. Sehingga
diperoleh rata-rata % kadar adalah 156,08 %. Pada Farmakope Indonesia III kadar
dari ZnSO4 adalah tidak kurang dari 99% dan tidak lebih
dari 108,7% dan jika dibandingkan dengan hasil praktikum dapat ditarik
kesimpulan bahwa dalam pecobaan ini % kadar dari ZnSO4 tidak sesuai dengan
Farmakope Indonesia.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
kesalahan pada saat praktikum adalah :
1)
Alat yang digunakan tidak steril
2)
Bahan yang digunakan sudah terkontaminasi
dengan zat yang lain.
3)
Kurangnya ketelitian praktikan pada saat
melakukan percobaan baik pada saat penimbangan maupun pada saat titrasi.
4)
Kurang teliti pada saat membaca volume
titrasi.
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan
dapat disimpulan bahwa kadar zink sulfat pada volume titran 4,8 mL adalah 119,08%.
5.2
Saran
Diharapkan agar asisten untuk tidak
bosan-bosannya mendampingi dan membimbing kami selama praktikum berlangsung
agar tidak tejadi kesalahan dalam praktikum
DAFTAR PUSTAKA
Anonim., 2015,
Penuntun Praktikum Kimia Analisis, Universitas Muslim Indonesia, Makassar.
Basset.,1994, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Day, J.R., Underwood., 1994, Analisis Kimia Kuantitatif,
Erlangga, Jakarta.
Harjadi, W., 1993, Ilmu Kimia Analitik Dasar, Erlangga, Jakarta.
Khopkar, S. M., 2002, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI Press, Jakarta.
Rival, H., 1995, Asas Pemeriksaan Kimia, UI Press, Jakarta.
Susanti, S., 1979, Analisis Kimia Farmasi Kuantitatif,
Lembaga Penerbitan UNHAS, Makassar.
LAMPIRAN
A. Skema kerja
Ditimbang
zat sampel 100 mg (zink sulfat)
↓
Tambahkan aquadest 100 mL dalma erlenmeyer
↓
Tambahkan NaOH sedikit demi
sedikit sampai terbentuk endapan
↓
Tambahkan dapar amonia pH 10 sebanyak 5 mL
↓
Tambahkan
indikator EBT-NaCl 20 mg
↓
Dititrasi
dengan EDTA
↓
Ungu
menjadi biru
B.
Gambar
1.
ZnSO4 setelah dilarutkan dengan
aquadest kemudian ditambahkan dengan dapar ammonia pH 10
2.
ZnSO4 ditambahkan dengan NaOH
terbentuk endapan kemudian ditambahkan indikator EBT berubah warna menjadi
keungu-unguan
3.
ZnSO4
setelah dititrasi dengan EDTA berubah warna menjadi biru
Langganan:
Postingan (Atom)