BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kromatografi digunakan sebagai untuk
memisahkan substansi campuran menjadi komponen-komponennya, misalnya senyawa
flavonoida yang terdapat pada tahu, tempe, bubuk isoflavon memiliki banyak
manfaat. Beberapa kelabihan senyawa isoflavon yang potensial bagi kesehatan
manusia, diantaranya adalah sebagai antioksidan, antitumor / antikanker,
antikolestrol, antivirus, antialergi, dan dapat mencegah osteoporosis. Dan
semua kromatografi bekerja berdasarkan metode kromatografi. Kromatografi telah
didefinisikan terutama sebagai suatu proses pemisahan yang digunakan untuk
pemisahan campuran yang pada hakekatnya molekuler. Kromatografi bergantung pada
pembagian-ulang molekul-molekul campuran antara dua fase atau lebih. Tipe-tipe
kromatografi mencakup kromatografi adsorbs, kromatografi partisi cairan, dan
pertukaran ion. Sistem utama yang digunakan dalam kromatografi partisi adalah :
partisi gas, partisi cairan yang menggunakan alas tak bergerak (misalnya
kromatografi kolom), kromatografi kertas dan lapis tipis. Analisis dengan
menggunakan KLT dapat digunakan untuk mengidentifikasi simplisia yang kelompok
kandungan kimianya sudah diketahui. Kelompok kandungan kimia seperti :
alkaloid, antraglikosida, arbutin, glikosida jantung, zat pahit, flavonoid,
saponin, minyak atsiri, kumarin, dan asam fenol karboksilat. .
Adapun perkembangan pesat dari beberapa jenis sistem
kromatografi diantaranya adalah ; Kromatografi kertas, kromatografi lapisan
tipis ( Thin Layer Chromatography ), kromatografi gas ( Gas
Chromatography ), dan kromatografi cair kinerja tinggi ( High
Performance Liquid Chromatography ).
Pada kromatografi lapisan tipis, terdapat lapisan tipis ( tebal
0.1-2 mm ) yang terdiri atas bahan padat yang dilapiskan kepada
permukaan penyangga datar ( plat ), yang biasanya terbuat dari kaca, tetapi
dapat pula terbuat dari plat polimer atau logam. Lapisan yang melekat pada permukaan
dengan bantuan bahan pengikat, biasanya kalsium sulfat dan kromatografi lapisan
tipis dapat digunakan untuk keperluan yang luas dalam pemisahan-pemisahan.
1.2 Maksud Praktikum
Adapun maksud praktikum adalah untuk
mengetahui dan memahami cara pemisahan komponen kimia secara kromatografi lapis
tipis (KLT)
1.3 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum adalah untuk
melakukan pemisahan komponen kimia dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT)
terhadap dan menentukan nilai Rf dari noda yang diperoleh
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Umum
Kromatografi
lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan komponen menggunakan fasa
diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben inert. KLT merupakan salah satu
jenis kromatografi analitik. KLT sering digunakan untuk identifikasi awal,
karena banyak keuntungan menggunakan KLT, di antaranya adalah sederhana dan
murah. KLT termasuk dalam kategori kromatografi planar, selain kromatografi
kertas. Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat
sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya. KLT dapat digunakan untuk memisahkan
senyawa – senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida – lipida
dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga
dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi
yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara
kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil (Fessenden,2003).
Kromatografi
Lapis Tipis (KLT) adalah suatu teknik yang sederhana yang banyak digunakan,
metode ini menggunakan empeng kaca atau
lembaran plastik yang ditutupi penyerap atau lapisan tipis dan kering. Untuk
menotolkan karutan cuplikan pada kempeng kaca, pada dasarnya menggunakan mikro
pipet atau pipa kapiler. Setelah itu, bagian bawah dari lempeng dicelup dalam
larutan pengelusi di dalam wadah yang tertutup (Soebagio,2002).
Kromatografi lapis tipis merupakan cara pemisahan campuran
senyawa menjadi senyawamurni dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan kromatografi
juga merupakan analisis cepat yang memerlukan
bahan sangat sedikit, baik menyerap maupun merupakan cuplikan KLT dapat
digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang sifatnya hidrofilik seperti
lipid-lipid dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas.
KLT juga dapat digunakan untuk mencari kromatografi kolom, identifikasi senyawa
secara kromatografi dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan lapis
tipis seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi-pereaksi
yang lebih reaktif seperti asam sulfat.( Fessenden, 2003 )
Pertimbangan untuk
pemilihan pelarut pengembang (aluen) umumnya sama dengan pemilihan eluen untuk
kromatografi kolom. Dalam kromatografi adsorpsi, pengelusi eluen naik sejalan
dengan pelarut (misalnya dari heksana ke aseton, ke alkohol, ke air). Eluen
pengembang dapat berupa pelarut tunggal dan campuran pelarut dengan susunan
tertentu. Pelarut-pelarut pengembang harus mempunyai kemurnian yang tiggi.
Terdapatnya sejumlah air atau zat pengotor lainnya dapat menghasilkan
kromatogram yang tidak diharapkan.
KLT merupakan contoh
dari kromatografi adsorpsi. Fase diam berupa padatan dan fase geraknya dapat
berupa cairan dan gas. Zat terlarut yang
diadsorpsi oleh permukaan partikel padat..( Soebagio,2002)
Prinsip
KLT adalah adsorbsi dan partisi dimana adsorbsi adalah penyerapan pada
pemukaan, sedangkan partisi adalah penyebaran atau kemampuan suatu zat yang ada
dalam larutan untuk berpisah kedalam pelarut yang digunakan. Kecepatan gerak
senyawa-senyawa ke atas pada lempengan tergantung pada (Soebagil,2002):
Bagaimana
kelarutan senyawa dalam pelarut, hal ini bergantung pada bagaimana besar
atraksi antara molekul-molekul senyawa dengan pelarut. Bagaimana senyawa
melekat pada fase diam, misalnya gel silika. Hal ini tergantung pada bagaimana
besar atraksi antara senyawa dengan gel silika. Kromatografi lapis tipis
menggunakan plat tipis yang dilapisi dengan adsorben seperti silika gel,
aluminium oksida (alumina) maupun selulosa. Adsorben tersebut berperan sebagai
fasa diam Fasa gerak yang digunakan dalam KLT sering disebut dengan eluen.
Pemilihan eluen didasarkan pada polaritas senyawa dan biasanya merupakan
campuran beberapa cairan yang berbeda polaritas, sehingga didapatkan
perbandingan tertentu. Eluen KLT dipilih dengan cara trial and error. Kepolaran
eluen sangat berpengaruh terhadap Rf (faktor retensi) yang diperoleh (Gandjar,2007).
Derajat
retensi pada kromatografi lempeng biasanya dinyatakan sebagai faktor resensi.
Pada fase diam, jika dilihat mekanisme pemisahan, fase diam dikelompokkan
(Gritter,1991) :
Nilai Rf sangat karakterisitik untuk
senyawa tertentu pada eluen tertentu. Hal tersebut dapat digunakan untuk
mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa dalam sampel. Senyawa yang mempunyai
Rf lebih besar berarti mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya.
Hal tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar
akan tertahan kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah.
Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus
dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen, dan sebaliknya (Gandjar,2007).
2.2
Prosedur Kerja (Anonim, 2015)
1. Sejumlah
larutan yang mengandung logam diasamkan dengan asam asetat sehingga pH.5.
Kemudian ditambahkan sejumlah volume sama larutan dithizone dalam kloroform
kemudian kocok di dalam corong pisah. Pisahkan lapisan kloroformnya dan cuci
dengan larutan asam nitrat untuk menghilangkan kelebihan dithizonenya.
2. Totolkan
sebanyak 10 mikro liter ekstrak kloroform di atas keeping kromatografi lapis
tipis yang telah diaktivir. Sejauh 2 cm dari ujung bawah dan jarak antara titik
totolan kira-kira 1,5 cm dari ujung bawah dan jarak antara titik totolan
kira-kira 1,5 cm satu sama lainnya.
3. Camber
kromatografi telah dijenuhkan dengan pelarut selama 2 jam. Penjenuhan dapat
dipercepat dengan menggunakan kertas saring yang dimasukkan ke dalam chamber.
4. Masukkan
keping kromagtografi yang telah ditotoli zat, biarkan selama beberapa menit
sehingga larutan mencapai kira-kira 20 cm dari bawah. Angkat dan keringkan
5. Hitung
Rf tiap-tiap totolan dengan membagi jarak yang ditempuh boleh zat dengan jarak
yang ditempuh pelarut. Kemudian bandingkan dengan Rf pembanding.
BAB
III METODE KERJA
3.1
Alat Praktikum
Adapun alat yang dipakai pada praktikum ini
yaitu, Alumimium Foil, Botol eluen, pipa kapiler, Lempeng KLT ( silika gel 254
), pipet tetes, batang pengaduk, gelas kimia 50 mL, pinset, gelas ukur, dan
corong
3.2
Bahan Praktikum
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum
ini yaitu, adalah Paracetamol 250 mg, Etanol 0,1 N sebanyak 10 mL, Eluen
Metanol : Etil Asetat ( 3 : 1 )
3.3 Cara Kerja
Pertama-tama,
disiapkan alat dan bahan. Kemudian paracetamol dihaluskan, lalu dimasukkan ke
dalam gelas kimia. Dilarutkan dalam etanol 10 mL, kemudian disaring dengan
ketas saring.
Kedua, disiapkan
botol eluen (pengganti camber), kemudian dimasukkan 3 mL metanol dan 1 mL etil
asetat ke dalam botol eluen. Lalu dihomogenkan dan larutan campuran tersebut
dijenuhkan dengan menggunakan kertas saring yang dimasukkan kedalam botol
eluen.
Ketiga, totolkan
larutan sampel di atas permukaan silika gel-254 (panjang 7 cm, jarak dari
bagian bawah ke titik totol 1 cm dan jarak dari bagian atas 0,5 cm) dengan
menggunakan pipet kapiler. Dimasukkan silika gel yang telah ditotoli dengan
larutan sampel ke dalam botol eluen dan tunggu beberapa menit. Diangkat dan
dikeringkan.
Dan yang terakhir, dipaparkan silica gel-254
tadi di bawah sinar UV 254 untuk melihat jarak yang ditempuh oleh zat terlarut.
Kemudian hitung nilai Rf dengan membagi jarak yang ditempuh oleh zat terlarut
dengan jarak yang ditempuh pelarut. Kemudian dibandingkan dengan Rf
pembanding.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
1.
Tabel Pengamatan
Sampel
|
Larutan
|
Pelarut
|
Lempeng
|
Warna
|
Paracetamol 250 mg
|
Etanol 10 ml
|
Metanol 3 ml dan etil asetat 1 ml
|
Silika gel-254
|
Ungu-coklat
|
2.
Tabel Hasil
Pelarut
|
Perbandingan
|
Rf
|
Metanol : etil asetat
|
3 ; 1
|
0,89
|
3.
Perhitungan
Rf = Jarak yang ditempuh
senyawa terlarut
Jarak yang ditempuh pelarut
= 4,9
5,5
Rf = 0,89
4.2 Pembahasan
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan
komponen-komponen sampel
berdasarkan perbedaan kepolaran.
Prinsip kerjanya adalah berdasarkan
adsorpsi dan partisi, dimana sampel akan berpisah berdasarkan perbedaan
kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan
fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Semakin
dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa
oleh fase gerak tersebut.
Fase diam (adsorben) contohnya silika
gel (asam silikat), alumina (aluminium oksida), kieslguhr (diatomeous earth),
dan selulosa. Dari keempat jenis adsorben tersebut, yang paling banyak dipakai
ialah silika
gel dan masing-masing terdiri dari beberapa jenis yang mempunyai nama
perdagangan bermacam-macam. Silika
gel ini menghasilkan perbedaan dalam efek pemisahan yang tergantung kepada cara
pembuatannya. Selain
itu harus diingat bahwa penyerap yang berpengaruh nyata terhadap daya
pemisahnya.
Pada percobaan ini dilakukan analisis kuantitatif dengan metode
kromatografi lapis tipis. Sampel yang dianalisis yaitu pembanding berupa
paracetamol.
Pada percobaan ini digunakan pembanding, yaitu paracetamol 500 mg yang
dihaluskan dan dilarutkan dalam etanol 10 mL di dalam gelas kimia. Setelah
pembanding larut, disiapkan botol eluen (sebagai pengganti camber). Eluen yang
digunakan pada praktikum ini adalah metanol dan etil asetat dengan perbandingan
3 : 1.homogenkan eluen dalam botol eluen dan jenuhkan dengan kertas saring yang
dimasukkan kedalam botol eluen guna untuk me,percepat proses penjenuhan.
Setelah larutan eluen jenuh, ditotolkan larutan pembanding ke permukaan
lempeng dimana pada percobaan kali ini silika gel yang digunakan adalah silika
gel G-254. Totol pada jarak 1 cm dari bagian bawah silika gel. Setelah ditotol,
kemudian masukkan silika gel ke dalam botol eluen. Tunggu beberapa menit,
angkat dan keringkan. Paparkan silika gel G-254 dibawah sinar UV 254 untuk
melihat totol guna untuk mendapatkan nilai Rf. Lingkari titik totol, lalu hitung
jarak yang ditempuh oleh zat terlarut dengan jarang yang ditempuh oleh zat
pelarut kemudian hitung dengan membandingan kedua jarak tersebut.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang telah
dilakukan, maka disimpulkan bahwa nilai Rf zat dengan pembanding
paracetamol menggunakan eluen metanol
: etil asetat (3:1) adalah 0,89 Zat merupakan golongan IIb, yaitu Sn2+.
5.2 Saran
Asisten
harus terus memperketat pengawasan terhadap praktikan dan terus mengingatkan
betapa besar resiko yang akan dihadapi setiap individu dalam setiap kali
prakikum di laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA
Fessenden R.J dan J.S Fessenden., 2003, Dasar-dasar kimia organik. Jakarta, Erlangga
Gandjar,
Ibnu Gholib dan Abdul Rohman., 2007,Kimia
Farmasi Analisis, pustaka pelajar, yogyakarta
Gritter, R, J., 1991, Pengantar Kromatografi Edisi II,
Institut Teknologi Bandung, Bandung
Soebagio., 2002, Kimia Analitik, Universitas Negeri
Makassar Fakultas MIPA, Makassar.
LAMPIRAN
Skema
Kerja
Disiapkan alat dan bahan
Dijenuhkan chamber dengan metanol
Dimasukkan metanol : etil asetat (3:1) kedalam chamber
yang telah jenuh
Paracetamol 500 mg yang telah dihancurkan (dilarutkan
dalam etanol 10 mL 0,1 N pada gelas kimia / gelas piala.
Ditotolkan pada lempeng yang berukuran 7x1
Dimasukkan lempeng ke dalam chamber
keluarkan lempeng dari chamber Jika eluen sudah mencapai
batas atas dari lempeng silica gel 254
lempeng silica gel diletakkan dibawah lampu UV 254 nm
amati noda yang tampak
dan foto hasilnya (warnanya)
tandai
dengan membulatkan noda yang terbentuk,
lalu
tentukan nilai Rf berserta golongan dan jenis kationnya.
GAMBAR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar